Rabu, 11 November 2009

Proses Penyusunan Anggaran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masa orde baru berkuasa proses penyusunan anggaran masih jauh dari kata aspiratif. Pada masa itu anggaran yang dibuat oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lebih banyak mencerminkan kepentingan elit politik yang berkuasa daripada dimaksudkan untuk memenuhi kehendak masyarakat. Seiring dengan pelaksanaan demokratisasi saat ini Pemerintah mengimplementasikan kebijakan otonomi dan desentralisasi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004). Berdasarkan UU tersebut berarti daerah memiliki kewenangan yang besar untuk mengurus rumah tangga mereka sendiri, termasuk didalamnya kewenangan yang lebih besar dalam hal pembuatan Anggaran.
Berlakunya kedua undang-undang tersebut telah membawa perubahan dalam berbagai aspek penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, termasuk Bidang Keuangan Daerah. Sebagaimana dikemukakan Mardiasmo (2002 : v) yang mengatakan bahwa :
Misi utama kedua undang-undang tersebut adalah desentralisasi fiskal, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata yaitu : pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah.


Kehendak Pemerintah untuk memperbaiki sistem penganggaran yang demokratis, transparan dan akuntabel tercermin dari digantinya sistem penganggaran lama dengan sistem penganggaran kinerja yang kemudian dituangkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002
Reformasi keuangan daerah secara langsung juga akan berdampak pada dilakukan reformasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena melalui proses penyusunan dan pelaksanaan APBD akan memberikan dampak yang sangat penting dalam pengurusan dan pengaturan rumah tangga daerah. Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah tergantung pada kemampuan dan cara pengelolaan APBD-nya. Reformasi anggaran (budgeting reform) dilakukan melalui proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Dalam Pasal 1 angka (17) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dijelaskan pengertian APBD adalah “rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah”.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 194 menyatakan “Penyusunan, pelaksanaan, penatausahan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai Peraturan Pemerintah sebagai operasionalisasi dari undang-undang Otonomi Daerah tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintahan Daerah untuk mewujudkan suatu good governance. Salah satu diantaranya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Dalam Pasal 14 ayat (4) PP Nomor 105 Tahun 2000 dinyatakan :
Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan Daerah serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Untuk menindaklanjuti PP ini Menteri Dalam Negeri melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 menetapkan Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Ditetapkan dan diberlakukannya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 ini merupakan pengganti dari berbagai peraturan Pengelolaan Keuangan Daerah yang selama ini digunakan, seperti PP Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta PP Nomor 6 Tahun 1975 tentang Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.
Bila dilihat lebih jauh substansi Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tersebut, masih banyak hal yang dipertahankan dari aturan yang selama ini dilaksanakan terutama dalam proses penganggaran dan penatausahaan, antara lain dipertahankannya strategi (stelsel) segitiga pengelolaan Keuangan Daerah. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan umum pengelolaan Keuangan Daerah tetap bertindak sebagai pemegang kekuasaan (otorisator). Biro/ Bagian/ Badan Pengelola Keuangan Daerah sebagai perangkat pengelola Keuangan Daerah tetap bertindak sebagai pembawa berita (ordonator), sedangkan Pemegang Kas tetap bertindak sebagai penanggung jawab keuangan (komptabel), sehingga tetap ada kejelasan pemisahan masing-masing fungsi.
Ada beberapa perubahan dan perbedaan yang mendasar antara sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang lama dengan yang baru sesuai dengan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 berdasarkan prinsip - prinsip anggaran kinerja antara lain ;
a. Perencanaan Penyusunan APBD pada sistem lama, dokumen perencanaan lebih didominasi oleh eksekutif berdasarkan arahan dari perintah atasan. Hal ini mengakibatkan ketidakcocokan dalam pelaksanaan APBD itu sendiri. Seringkali aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat tidak dapat diterapkan secara optimal di daerah-daerah karena kurang sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Sedangkan pada sistem baru, dokumen perencanaan sebagai kesepakatan antara pihak eksekutif dengan DPRD. Fungsi perencanaan dilakukan oleh DPRD sejak proses penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat (need assessment) hingga penetapan Arah dan Kebijakan umum APBD. Penjaringan aspirasi masyarakat dilakukan untuk memperoleh data/ informasi dari masyarakat sebagai bahan masukan dalam proses perencanaan APBD.
b. APBD yang selama ini menganut azas berimbang dan dinamis, beralih menggunakan sistem defisit atau surplus. Tujuannya adalah agar pemerintah daerah lebih rasional dan hemat dalam merencanakan anggaran. Azas berimbang dan dinamis cenderung mendorong menghabiskan dana dalam perencanaan anggaran. Sebaliknya dengan sistem yang baru lebih mendorong ke arah penghematan.
c. Pendekatan penyusunan APBD yang selama ini menggunakan Sistem Anggaran Tradisional yang lebih menekankan pada penggunaan sumber daya dan dana (input) memiliki ketidakjelasan hubungan dengan hasil yang akan dicapai. Hal ini menyulitkan kita untuk memperoleh informasi secara transparan tentang tujuan dan sasaran yang akan dicapai dari setiap dana yang akan dianggarkan. Berbeda dengan pendekatan penyusunan APBD pola baru yang harus disusun dengan pendekatan anggaran kinerja (performance budgeting system) yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
d. Susunan (struktur) APBD yang digunakan selama ini terdiri atas pendapatan dan belanja, dimana komponen belanja dipisahkan menjadi dua bagian yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Struktur APBD semacam ini banyak mengandung kelemahan, antara lain sering menimbulkan duplikasi pengeluaran sehingga mengurangi efisiensi dan efektivitas anggaran daerah, selain itu struktur tersebut juga kurang memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan daerah yang menunjukkan kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan dan belanja yang dikeluarkan.
e. Selain itu dalam struktur APBD di masa lalu, sisa lebih Perhitungan Anggaran dan Pinjaman Daerah diakui sebagai pendapatan. Pinjaman daerah tidak dapat diakui sebagai pendapatan karena wajib dikembalikan kepada yang meminjamkan, oleh karena itu harus diakui sebagai pembiayaan.
Untuk pemahaman terhadap pengertian dan pengelompokan antara pendapatan dan pembiayaan maka dalam APBD berbasis kinerja strukturnya terbagi atas Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Perubahan lainnya yang sangat mendasar dalam struktur APBD yaitu pada sisi Anggaran Belanja Daerah. Anggaran Belanja dikelompokkan menjadi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang dipengaruhi langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa Belanja Barang/Jasa, Belanja Pemeliharaan dan Belanja Perjalanan Dinas. Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan.
Dalam era otonomi daerah saat ini, aparat pemerintah daerah diharapkan menerapkan sistem anggaran kinerja karena apabila dilaksanakan secara baik dan benar sistem anggaran kinerja ini akan memungkinkan pendelegasian wewenang dan pengambilan keputusan. Sistem ini juga akan merangsang partisipasi dan memotivasi unit kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual. Dalam hal alokasi dana, anggaran berbasis kinerja akan lebih mengefisienkan dan mengoptimalkan fungsi satuan kerja sehingga pemborosan akan dapat dihindari.
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Mentawai khususnya Dinas Kesehatan Mentawai telah menggunakan sistem anggaran berbasis kinerja yang berpedoman pada Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sejak tahun 2003. Dimana dalam proses penyusunan APBD sesuai Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 dimulai dari penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD, Penyusunan Strategi dan Prioritas APBD serta Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran berdasarkan prinsip-prinsip Anggaran Kinerja.
Dalam penerapan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai masih adanya indikasi belum berjalannya proses penyusunan APBD dengan baik dimana ditemukan permasalahan-permasalahan antara lain :
Pertama, penyampaian usulan dari unit-unit kerja yang tidak tepat waktu sehingga memperlambat proses penyusunan RAPBD.
Kedua, penjaringan aspirasi masyarakat yang belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. contohnya : sebagian masyarakat hanya menjadi objek dalam kegiatan ekonomi atau kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi daerah.
Ketiga, kurangnya sumber daya manusia yang memadai dari pegawai masing - masing unit pada Kabupaten Kepulauan Mentawai Propinsi Sumatera Barat .

B. FOKUS PERMASALAHAN
Dari latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, maka yang menjadi fokus permasalahan pada penulisan ini adalah “Bagaimanakah Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berbasis Kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai…”?

BAB II
KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci
1. Pengertian Proses
Proses adalah merupakan rangkaian pengolahan data sampai siap menjadi informasi yang dapat disajikan dan digunakan selanjutnya. Dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 mengenai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dijelaskan pengertian proses sebagai berikut :
Proses adalah kegiatan untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Menggambarkan perkembangan atau aktifitas yang terjadi dan dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya dalam proses mengolah masukan menjadi keluaran.

Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (1989 : 115) memberikan pengertian proses sebagai berikut :
Proses adalah rangkaian perbuatan manusia yang mengandung suatu maksud tertentu yang memang diketahui oleh orang yang melakukan perbuatan itu. Dalam pengertian proses itu termasuk pula segenap kejadian yang terjadi sebagai akibat dari perbuatan itu. Apabila rangkaian itu dilakukan oleh lebih dari satu orang secara kerja sama untuk menyelenggarakan tercapainya tujuan, maka proses itu dinamakan proses penyelenggaraan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa proses adalah proses penyusunan APBD yang merupakan rangkaian langkah atau perbuatan manusia dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan APBD secara sistematis yang dimulai dari pengumpulan data, penyusunan rancangan, penetapan peraturan daerah dan pelaksanaan APBD itu sendiri.

2. Anggaran Berbasis Kinerja
a. Konsep Anggaran
Istilah anggaran atau budget telah lama dikenal di lingkungan pemerintahan. Perencanaan dalam menyiapkan anggaran sangatlah penting. Anggaran bagaimanapun juga jelas mengungkapkan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam masa satu atau beberapa periode mendatang.
Menurut Harold Kootnz dan Cyrill O’ Donnell (1995 : 134) menyatakan bahwa “anggaran adalah suatu rencana atau laporan mengenai hasil-hasil yang diharapkan yang dinyatakan dengan angka-angka” sedangkan menurut The National Committee on Govenrmental Accounting (NCGA), saat ini Govenrmental Accounting Standards Board (GASB) definisi anggaran (budget) adalah sebagai berikut :
.….rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. (Indra Bastian, 2001:79).

Fungsi anggaran dalam hal ini APBD khususnya juga dijelaskan oleh Abdul Halim (2002 : 13) bahwa Anggaran Daerah berfungsi :
a. sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola daerah untuk suatu periode dimasa mendatang.
b. Sebagai alat pegawas bagi mayarakat terhadap kebijakan yang telah dipilih pemerintah karena sebelum anggran dijalankan harus mendapat persetujuan DPRD terlebih dahulu.
c. Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilihnya karena pada akhirnya anggaran harus dipertanggungjawabkan pelaksanaannya oleh pemerintah kepada DPRD.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam penulisan ini APBD adalah suatu jenis rencana kegiatan dalam bentuk angka-angka (financial) sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya, untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas masyarkat. APBD juga merupakan alat pengawas masyarakat terhadap kebijakan pemerintah daerah dan juga merupakan salag satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada rakyatnya melalui DPRD.
b. Konsep Kinerja
Perkataan “kinerja” dalam pemerintahan telah berkembang sejak tahun 1996 dengan terbitnya Keputusan Meneg PPN/ Ketua Bappenas Nomor 195/KET/12/1996 tertanggal 2 Desember 1996. Keputusan ini bertujuan untuk “evaluasi proyek pembangunan”.
Sedangkan Lembaga administrasi Negara (2004:2) dalam modul LAKIP mengemukakan :
“Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian, sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strateji instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan susuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan”.

Dari pengertian-pengertian yang dihimpun, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau organisasi dalam lingkup pekerjaan tertentu sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan selama periode tertentu.
Sedangkan istilah Anggaran Kinerja (Performanced Budgeting) muncul pertama kalinya dan diatur dalam PP 105/2000. Pasal 8 Peraturan Pemerintah tersebut berbunyi “ APBD disusun dengan pendekatan kinerja”. Lebih Lanjut dalam penjelasan pasal 8 tersebut didefinisikan bahwa :
“suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dari perencanaan atau input yang akan digunakan”, anggaran kinerja berupa:
a. sasaran yang diharapkan,
b. standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan,
c. adanya alokasi yang proposional untuk (1) belanja administrasi umum, (2) belanja operasi dan pemeliharaan, (3) belanja pembangunan.
Untuk mengetahui keberhasilan kinerja suatu organisasi, seluruh aktifitas organisasi tersebut harus dapat diukur. Pengukuran tersebut tidak semata-mata kepada masukan, tetapi juga ditekankan kepada keluaran atau manfaat program tersebut.

BAB III
P E M B A H A S A N
Berdasarkan Rencana Strategis Departemen Kesehatan, Visi Departemen Kesehatan adalah Mencapai Indonesia Sehat 2010 maka dalam rangka menunjang pencapaian visi tersebut Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai berusaha untuk menjalankan fungsinya sebagai sarana peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, akan tetapi dalam pencapaian visi tersebut masih banyak kendala yang dihadapi para pelaksana visi dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan mengarah kepada peningkatan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan rehabilitasi. Di bidang sumber daya kesehatan; tujuannya meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan sehingga dalam rangka pelaksanaan anggaran berbasis kinerja maka bukan hanya sebatas output namun pelaksanaan dapat mencapai impact yang dihasilkan baik pengadaan sarana maupun pelaksanaan program terhadap peningkatan pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan terhadap pengelolaan anggaran merupakan salah satu masalah yang dihadapi saat ini, Diharapkan pengelolaan anggaran berbasis kinerja dengan fungsinya dapat membantu dalam hal mengatasi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi, dan juga dapat mengarahkan fungsi antara unit-unit/sub dinas pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk dapat menjalankan fungsinya, di mana masih ada fungsi-fungsi yang tidak dijalankan semestinya dan overlaping, seperti dalam sub dinas bagian pelayanan kesehatan masih overlaping dengan sub dinas bagian pemberantasan penyakit menular dalam memberikan pelayanan terhadap kesehatan haji. Contoh lain yang menjadi masalah adalah sebelumnya pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan hanya menghasilkan output saja tetapi dengan adanya pengelolaan anggaran berbasis kinerja akan mampu dilakukan pemanfaatan sarana kesehatan tersebut secara nyata oleh pengguna pelayanan kesehatan yaitu masyarakat sehingga berdampak dalam peningkatan kesehatan masyarakat sendiri.
Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah diawali dengan membuat usulan rencana pelaksanaan program dari tiap-tiap sub dinas, selanjutnya semua kebutuhan dialokasikan dan disaring oleh satu sub dinas perencanaan dalam bentuk RASK (Rencana Anggaran Satuan Kerja) yang kemudian apabila disetujui oleh BAPPEDA, biro pembangunan dan Biro Keuangan akan berubah menjadi DASK (Dokumen Anggaran Satuan Kerja). Dengan adanya DASK dapat dilakukan evaluasi dengan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini berdasarkan indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

BAB IV
K E S I M P U L A N

Pelaksanaan otonomi daerah yang sedang bergulir saat ini merupakan bagian dari reformasi atas kehidupan bangsa yang oleh pemerintah telah dituangkan dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang poko-pokok pemerintah daerah yang kemudian di lakukan penyempurnaan menjadi UU. 32 tahun 2004. Otonomi secara umum diartikan sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Daerah.
Dengan pelaksanaan pengelolaan anggaran keuangan daerah berbasis kinerja di mana laporan keuangan daerah berorientasi pada kepentingan masyarakat yang menuntut transparansi informasi anggaran kepada publik maka pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai diharapkan dapat mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan anggaran yang selama ini terjadi dalam rangka peningkatan Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat guna mencapai visi dari Departemen Kesehatan sendiri yaitu INDONESIA SEHAT 2010

SARAN

Bagian akhir pembahasan makalah, kami mencoba memberikan beberapa saran, seperti:
• Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai harus melakukan pembenahan terhadap struktur pemerintahan di segala bidang.
• Melihat betapa pentingnya pengembangan Sumber Daya Manusia , maka kepada Pimpinan/Kepala Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, disarankan untuk berangsur-angsur memikirkan pengembangan pegawainya . Gunanya agar dapat diperoleh pegawai yang berkualitas yang mampu melakukan tugas serta dapat bekerja secara produktif dan bertanggung jawab


DAFTAR PUSTAKA

Bastian Indra, Ph.D., M.B.A.,Akt, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah, Salemba Empat, 2006
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar